Pemerintah akan memfokuskan
perluasan akses pembiayaan UMKM melalui penerbitan 34 program dan kebijakan
lanjutan 2008-2009, tetapi belum spesifik menyebutkan koperasi pertanian dan
pangan sebagai sasaran.
Ketua Umum Dekopin Adi Sasono mengatakan sektor prioritas yang menjadi agenda organisasinya saat ini adalah pangan, yakni budi daya padi, yang luas areal penanamannya masih relatif kecil hanya 1,4 juta ha.
Terkait hal itu pemerintah harus memanfaatkan sektor ini sebagai langkah penguatan UMKM dan gerakan koperasi, terutama meningkatkan ketahanan pangan melalui kredit ketahanan pangan (KKP).
Menurut dia, Bulog sudah menjamin pasar komoditas beras, karena itu hal sama sebaiknya diberikan kepada petani kedelai. Kelompok petani tersebut harus tersentuh fasilitas kredit usaha rakyat (KUR).
Jika anggota gerakan koperasi tersebut menerima fasilitas pemerintah melalui skema KUR, Dekopin berencana memperluas areal penanaman padi menjadi 2 juta ha.
"Pemerintah berencana mempercepat pengembangan sektor riil. Ini akan lebih baik lagi. KUR memang sudah baik, tapi sebaran dan jangkauannya harus diperluas lagi," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Jangkauan KUR sesuai dengan hasil pantauan Dekopin, sementara ini terlalu mengarah pada sektor produktif. Bank penyalur masih enggan menyalurkan kredit kepada sektor riil karena dianggap memiliki risiko dan biaya tinggi.
Sebaliknya, kredit konsumtif cepat diproses karena jumlah kreditnya besar sampai Rp500 juta. Namun, kata Adi Sasono, karena nilai kreditnya besar, justru tidak menyentuh akar permasalahan untuk penguatan sektor riil.
Untuk itu dia menyarankan supaya koperasi anggota Dekopin juga dilibatkan dalam penyaluran kredit penjaminan. Biaya kesertaan koperasi, katanya, cukup ditambah hingga 3%.
Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak perlu melalui bantuan langsung tunai (BLT). "Masyarakat saat ini hanya memiliki harga diri, jadi berdayakan melalui KUR. Harga diri mereka jangan dibeli dengan program BLT."
Belum merata
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram mengatakan jangkauan KUR saat ini memang belum merata. Apalagi kalau dilihat per sektor.
"Mungkin sudah menyentuh ke sektor perikanan, tapi jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan realisasi terhadap sektor lain, seperti jasa dan perdagangan.
Dari enam bank penyalur KUR, hanya Bank BRI yang aktif memberi kredit berbasis penjaminan pemerintah. Realisasi bank lain belum sebesar BRI, karena kantor cabang belum berdiri di daerah dan risiko macet menjadi pertimbangan.
Pariaman Sinaga, Asisten Deputi Bidang Penelitian Koperasi pada Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan koperasi di sektor pertanian dan pangan masih terpuruk.
Jatuhnya sistem Orde Baru diikuti keruntuhan 2.400 koperasi dalam bisnis pangan. Sektor usaha ekonomi rakyat ini justru tidak menunjukkan tanda-tanda kebangkitan dalam 10 tahun Era Reformasi ini.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah koperasi yang menggeluti bisnis pangan pada 1997 mencapai 8.450 unit, ditambah koperasi unit desa yang menggeluti sarana produksi pertanian 2.335 unit.
Namun, saat ini jumlah koperasi di sektor tersebut menyusut. Koperasi yang menggeluti bisnis pangan menjadi 7.450 unit dan 930 koperasi unit desa yang menangani pengadaan sarana produksi pertanian.
Sumber:
Ketua Umum Dekopin Adi Sasono mengatakan sektor prioritas yang menjadi agenda organisasinya saat ini adalah pangan, yakni budi daya padi, yang luas areal penanamannya masih relatif kecil hanya 1,4 juta ha.
Terkait hal itu pemerintah harus memanfaatkan sektor ini sebagai langkah penguatan UMKM dan gerakan koperasi, terutama meningkatkan ketahanan pangan melalui kredit ketahanan pangan (KKP).
Menurut dia, Bulog sudah menjamin pasar komoditas beras, karena itu hal sama sebaiknya diberikan kepada petani kedelai. Kelompok petani tersebut harus tersentuh fasilitas kredit usaha rakyat (KUR).
Jika anggota gerakan koperasi tersebut menerima fasilitas pemerintah melalui skema KUR, Dekopin berencana memperluas areal penanaman padi menjadi 2 juta ha.
"Pemerintah berencana mempercepat pengembangan sektor riil. Ini akan lebih baik lagi. KUR memang sudah baik, tapi sebaran dan jangkauannya harus diperluas lagi," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.
Jangkauan KUR sesuai dengan hasil pantauan Dekopin, sementara ini terlalu mengarah pada sektor produktif. Bank penyalur masih enggan menyalurkan kredit kepada sektor riil karena dianggap memiliki risiko dan biaya tinggi.
Sebaliknya, kredit konsumtif cepat diproses karena jumlah kreditnya besar sampai Rp500 juta. Namun, kata Adi Sasono, karena nilai kreditnya besar, justru tidak menyentuh akar permasalahan untuk penguatan sektor riil.
Untuk itu dia menyarankan supaya koperasi anggota Dekopin juga dilibatkan dalam penyaluran kredit penjaminan. Biaya kesertaan koperasi, katanya, cukup ditambah hingga 3%.
Untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, tidak perlu melalui bantuan langsung tunai (BLT). "Masyarakat saat ini hanya memiliki harga diri, jadi berdayakan melalui KUR. Harga diri mereka jangan dibeli dengan program BLT."
Belum merata
Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM Agus Muharram mengatakan jangkauan KUR saat ini memang belum merata. Apalagi kalau dilihat per sektor.
"Mungkin sudah menyentuh ke sektor perikanan, tapi jumlahnya masih jauh dibandingkan dengan realisasi terhadap sektor lain, seperti jasa dan perdagangan.
Dari enam bank penyalur KUR, hanya Bank BRI yang aktif memberi kredit berbasis penjaminan pemerintah. Realisasi bank lain belum sebesar BRI, karena kantor cabang belum berdiri di daerah dan risiko macet menjadi pertimbangan.
Pariaman Sinaga, Asisten Deputi Bidang Penelitian Koperasi pada Kementerian Koperasi dan UKM, menyatakan koperasi di sektor pertanian dan pangan masih terpuruk.
Jatuhnya sistem Orde Baru diikuti keruntuhan 2.400 koperasi dalam bisnis pangan. Sektor usaha ekonomi rakyat ini justru tidak menunjukkan tanda-tanda kebangkitan dalam 10 tahun Era Reformasi ini.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah koperasi yang menggeluti bisnis pangan pada 1997 mencapai 8.450 unit, ditambah koperasi unit desa yang menggeluti sarana produksi pertanian 2.335 unit.
Namun, saat ini jumlah koperasi di sektor tersebut menyusut. Koperasi yang menggeluti bisnis pangan menjadi 7.450 unit dan 930 koperasi unit desa yang menangani pengadaan sarana produksi pertanian.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar