Food Background

Senin, 15 Oktober 2012

Contoh Paragraf Deskripsi


Pengertian Paragraf Deskripsi

Paragraf deskripsi adalah paragraf yang berisi penggambarkan suatu objek, tempat, atau peristiwa tertentu kepada pembaca secara jelas dan  terperinci sehingga pembaca seolah-olah melihat dan merasakan sendiri apa yang dideskripsikan oleh penulis.


Ciri-ciri Paragraf Deskripsi
  1. Menggambarkan atau melukiskan suatu benda, tempat, atau suasana tertentu.
  2. Penggambaran dilakukan dengan melibatkan panca indra (pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan).
  3. Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri objek yang dideskripsikan.
  4. Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan keadaan suatu objek secara terperinci.
CONTOH

Sebelum melihat contoh, ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pola-pola pengembangan yang ada pada paragraf deskriptif. Paragraf deskripsi mempunyai tiga pola pengembangan, yaitu:

1. Pola Spasial

Pola spasial adalah pola pengembangan paragraf dengan objek berupa space atau ruang.

Contoh Pola Spasial

# Ruangan berukuran 9m x 8m ini sungguh sangat nyaman ditempati. Sebuah sofa empuk berwarna putih dengan meja kayu berada di tengah ruangan. Sementara itu, rak buku berisi beberapa novel dan buku-buku ilmiah diletakkan mepet dengan dinding sebelah selatan bersanding dengan sebuah pot berisi pohon palem kecil yang seakan-akan menyatu dengan tembok yang dicat dengan warna hijau muda. Diluar ruangan, terdapat sebuah kolam kecil berukuran 2,5m x 2m berisi beberapa ikan koi yang berseliweran. Suara gemericik air dari kolam menambah sejuknya suasana di ruang tamu milik Pak Toni ini.

2. Pola Sudut Pandang

Pola sudut pandang adalah pola pengembangan paragraf yang didasarkan atas posisi penulis dalam menggambarkan suatu objek. Pola pengembangan seudut pandang sendiri dibagi menjadi dua, yaitu sudut pandang subjektif dan sudut pandang objektif.
  • Pola Subjektif, menggambarkan objek sesuai penafsiran dengan disertai kesan atau opini dari penulis.
Contoh Pola Subjektif

# Pantai Wediombo mungkin hanya salah satu diantara sekian banyak pantai yang masih belum terjamah di Kabupaten Gunung Kidul, Yogyakarta. Pantai dengan hamparan pasir putih mahaluas ini seolah menggoda kaki untuk untuk terus memijak dan berjalan-jalan diatasnya. Di kanan kiri pantai dapat kita lihat bukut-bukit kapur hijau ditumbuhi lumut yang berdiri gagah menantang derasnya ombak pantai. Suasana pantai yang sepi juga menambah pesona pantai yang masih perawan ini.
  • Pola Objektif, adalah pola pengembangan paragraf deskripsi dengan cara menggambarkan objek secara apa adanya tanpa disertai opini penulis.
Contoh Pola Objektif

# Pantai Wediombo terletak di Kecamatan Girisobo, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pantai ini berjarak 70 km atau dua jam perjalanan dari pusat Kota Yogyakarta. Di kanan kiri pantai landai yang berpasir putih ini, kita dapat melihat gugusan bukit kapur yang berwarna hijau ditumbuhi lumut. Namun yang perlu diperhatikan, pantai ini memiliki ombak yang cukup besar sehingga wisatawan dilarang berenang di pantai ini karena sangat berbahaya.








Sumber : www.google.com


“PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA”


I. Sejarah Bahasa

Indonesia Bahasa Indonesia adalah suatu bahasa resmi penduduk republik indonesia sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar RI 1945, Pasal 36. Ia juga merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Meski demikian, hanya sebagian kecil dari penduduk Indonesia yang benar-benar menggunakannya sebagai bahasa ibu karena dalam percakapan sehari-hari yang tidak resmi masyarakat Indonesia lebih suka menggunakan bahasa daerahnya masing-masing sebagai bahasa ibu seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan lain sebagainya.
Bahasa Indonesia merupakan bahasa dinamis yang hingga sekarang terusmenghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan asing. Bahasa Indonesia adalah dialek baku dari bahasa Melayu yang pokoknya dari bahasa Melayu Riau sebagaimana diungkapkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam Kongres Bahasa Indonesia I tahun 1939 di Solo, Jawa Tengah,“jang dinamakan ‘Bahasa Indonesia’ jaitoe bahasa Melajoe jang soenggoehpoen pokoknja berasal dari ‘Melajoe Riaoe’, akan tetapi jang soedah ditambah, dioebah ataoe dikoerangi menoeroet keperloean zaman dan alam baharoe, hingga bahasa itoe laloe moedah dipakai oleh rakjat di seloeroeh Indonesia; pembaharoean bahasa Melajoe hingga menjadi bahasa Indonesia itoe haroes dilakoekan oleh kaoem ahli jang beralam baharoe, ialah alam kebangsaan Indonesia”.
Bahasa Indonesia yang kini dipakai sebagai bahasa resmi di Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Hal ini ditandaskan dalam Kongres Bahasa Indonesia di Medan 1954.
Pada hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, diresmikan suatu bahasa nasional, yaitu bahasa Indonesia. Nama baru ini bersifat politis, sejalan dengan nama negara yang diidam-idamkan.
Perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia tidak terjadi dalam waktu yang singkat, tetapi mengalami proses pertumbuhan secara perlahan dengan perjuangan yang sangat keras.
Beberapa faktor yang memungkinkan diangkatnya bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan menurut Prof. Dr. Slamet Mulyana adalah sebagai berikut.

1. Sejarah telah membantu penyebaran bahasa Melayu. Bahasa Melayu merupakan lingua franca (bahasa perhubungan / perdagangan) di Indonesia. Malaka pada masa jayanya menjadi pusat perdagangan dan pengembangan agama Islam. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa perhubungan antar individu. Karena bahasa Melayu itu sudah tersebar dan boleh dikatakan sudah menjadi bahasa sebagian penduduk, Gubernur Jenderal Rochusen kemudian menetapkan bahwa bahasa Melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah untuk mendidik calon pegawai negeri bangsa bumi putera.
2. Bahasa Melayu mempunyai sistem yang sangat sederhana ditinjau dari segi fonologi, morfologi, dan sintaksis. Karena sistemnya yang sederhana itu, bahasa Melayu mudah dipelajari. Dalam bahasa ini tidak dikenal gradasi (tingkatan) bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Sunda dan Bali, atau pemakaian bahasa kasar dan bahasa halus.
3. Faktor psikologi, yaitu bahwa suku Jawa dan Sunda telah dengan sukarela menerima bahasa Melayu sebagai bahasa nasional, semata- mata karena didasarkan kepada keinsafan akan manfaatnya segera ditetapkan bahasa nasional untuk seluruh kepulauan Indonesia.
4. Bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas.
II. Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia
Perinciannya sebagai berikut:
1. Tahun 1896 disusunlah ejaan resmi bahasa Melayu oleh Van Ophuijsen yang dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
2. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
3. Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.[9]
4. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
5. Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
6. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
7. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
8. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
9. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
10. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
11. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
12. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
13. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
14. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
15. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
16. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
17. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa.
Untuk mengikuti pertumbuhan bahasa Indonesia dari awal,terdapat fakta-fakta historis hingga sekarang sebagai berikut.
A. Sebelum Masa Kolonial
Bahasa Melayu dipakai oleh kerajaan Sriwijaya pada abad VII.Hal ini terbukti dengan adanya empat buah batu bertulis peninggalan kerajaan Sriwijaya. Keempat batu bersurat itu ditemukan di Kedukan Bukit (680), di Talang Tuwo (dekat Palembang) (684), di Kota Kapur (Bangka Barat) (686), di Karang Berahi (Jambi) (688).Bukti lain ditemukan di Pulau Jawa yaitu di Kedu. Di situ ditemukan sebuah prasasti yang terkenal bernama inskripsi Gandasuli (832) Berdasarkan penyelidikan Dr. J.G. De Casparis dinyatakan bahwa bahasanya adalah bahasa Melayu kuno dengan adanya dialek Melayu Ambon, Timor, Manado, dsb.
B. Masa Kolonial
Ketika orang-orang barat sampai di Indonesia pada abad XVII, mereka menghadapi suatu kenyataan bahwa bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa resmi dalam pergaulan dan bahasa perantara dalam perdagangan. Ketika bangsa Portugis maupun bangsa Belanda mendirikan sekolah-sekolah, mereka terbentur dalam soal bahasa pengantar. Usaha menerapkan bahasa Portugis dan Belanda sebagai bahasa pengantar mengalami kegagalan. Demikian pengakuan Belanda Dancerta tahun 1631. Ia mengatakan bahwa kebanyakan sekolah di Maluku memakai bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
C. Masa Pergerakan Kebangsaan
Pada waktu timbulnya pergerakan kebangsaan terasa perlu adanya suatu bahasa nasional, untuk mengikat bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Suatu pergerakan yang besar dan hebat hanya dapat berhasil kalau semua rakyat diikutsertakan. Untuk itu, mereka mencari bahasa yang dapat dipahami dan dipakai oleh semua orang. Pada mulanya agak sulit untuk menentukan bahasa mana yang akan menjadi bahasa persatuan., tetapi mengingat kesulitan-kesulitan untuk mempersatukan berbagai suku bangsa akhirnya pada 1926 Yong Java mengakui dan memilih bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar.
Dengan adanya bermacam-macam faktor seperti tersebut di atas, akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1928, yaitu saat berlangsungnya Kongres Pemuda Indonesia di Jakarta dihasilkan ikrar bersama, “Ikrar Sumpah Pemuda”.
1. Kami putra-putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu Tanah air Indonesia.
2. Kami putra-putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu bangsa Indonesia.
3. Kami putra-putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan bahasa Indonesia.
D. Masa Jepang dan Zaman Kemerdekaan
Setelah Perang Dunia II, ketika tentara Jepang memasuki Indonesia, bahasa Indonesia telah menduduki tempat yang penting dalam perkembangan bahasa Indonesia. Usaha Jepang untuk menggunakan bahasa Jepang sebagai pengganti bahasa Belanda tidak terlaksana. Bahasa Indonesia juga dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan dan untuk keperluan ilmu pengetahuan
III. Ciri-ciri Bahasa Indonesia
Apabila diamati dengan seksama, bahasa Indonesia mempunyai 2 (dua) ciri pokok, yaitu :
1). Bersifat kemantapan dinamis
2). Bersufat kecendikiawan
Kedua ciri itu berkaitan dan terlihat dalam perkembangan bahasa Indonesia, khususnya bahasa Indonesia yang baku (standar).
Penekanan kemantapan dinamis adalah segi kaidah tata bahasa. Kemantapan dinamis diartikan sebagai keterbukaan terhadap kemungkinan yang lebih menguntungkan dalam pembakuan bahasa. Keterbukaan itu dihadapkan pada bidang-bidang luar bahasa, baik bidang keilmuan, maupun bidang pekerjaan. Keterbukaan dalam bahasa itu terlihat dalam :
a). Kosa kata
b). Peristilahan
c). Jenis ragam bahasa dengan gaya dan makna yang khusus.
Kemantapan dinamis itu dicapai melalui proses pencatatan kaidah-kaidah yang dihasilkan oleh proses pembakuan (kodifikasi). Pelaksanaan kemantapan dinamis menyangkut bidang :
·         Pemakai dan pemakaian bahasa yang nantinya akan menghasilkan ragam dan gaya bahasa yang bermacam-macam melalui situasi yang dihadapi
·          Perhatian pada struktur bahasa dalam sistem komunikasi (berpedoman pada kaidah-kaidah yang sudah dibakukan seperti tata bahasa dan kosa kata)
Dalam kedua bidang tersebut, pemakai dan pemakaian struktur dapat dikembalikan kepada upaya Lembaga Pusat dalam mencanangkan moto  atau semboyan “Gunakanlah Bahasa Indonesia yang baik dan benar”. Perbedaan komunikasi dalam situasi resmi dan situasi tidak resmi adalah pemakaian kosa kata.
Sifat kecendekiaan dalam bahasa dimaksudkan untuk mengungkapkan proses pemikiran yang rumit dari berbagai ilmu, teknologi, dan hubungan antar manusia tanpa menghilangkan norma dan prinsip yang ada pada bahasa itu. Bagaimana rumut dan sulitnya serta abstraknya suatu masalah atau topic dari suatu disiplin, sejauh ini dapat diungkapkan atau diekspresikan, baik secara lisan maupun tulis dengan bahasa Indonesia. Perhatikan buku-buku terbitan ilmiah dari berbagai disiplin yang telah banyak dipublikasikan oleh penerbit. Demikian juga oleh media cetak  yang berupa majalah dan surat kabar telah banyak dipublikasikan dari berbagai disiplin ilmu, teknologi, dan bidang-bidang pekerjaan tertentu. Disamping itu, kecendiakaan bahasa Indonesia terbukti pula sebagai bahasa asing yang dipelajari diberbagai Negara seperti Belanda, Amerika, Korea, Autralia, Italia, Selandia Baru, Inggris dan Negara-negara tetangga di ASEAN. Meurut informasi dinegri Belanda para ahli diberbagai bidang lebih banyak menulis dalam majalah ilmiah yang berbahsa Inggris atau bahasa Indonesia daripada bahasa bahasa Belanda dengan alas an agar karya mereka dibaca oleh banyak orang, tentu termasuk pambaca Indonesia.
Sifat kecendikaan bahasa Indonesia menuju keragam bahasa ilmiah yang eksistensinya telah dibuktikan didunia perguruan tinggi. Untuk masa yang akan dating peranan bahasa Indonesia sangat penting sebagai bahasa ilmiah dikalangan intelektual. Proses kearah itu diharapkan untuk :
 (1) menampung semua aspirasi generasi muda yang ingin maju dalam bidang ilmu da teknologi serta kebudayaan.
 (2) menerjemahkan berbagai ilmu dan teknilogi dari bahasa asing, dan
 (3) menghilangkan asumsi bahwa dengan kecendiakaan bahasa Indonesia berarti pembaratan bahasa. Akan tetapi, semakin tidak cendikia bahasa Indonesia seseorang semakin besar hasratnya membaratkan bahasa Indonesia. Apabila tejadi pembaratan bahasa Indonesia pada diri seseorang selain ia tertinggal dalam berkomunikasi ilmiah dengan bahasa Indonesia juga sekaligus akan mendapat sangsi social dari pendengarnya.
sumber:
  • ·         Badudu, J.S. 1981. Perkembangan Bahasa Indonesia. Jakarta :Gramedia.
  •     Google. Perkembangan Bahasa Indonesia :Search
  •   Wikipedia . Perkembangan Bahasa Indonesia :Search
  •   Sartuni,Rasyid.1996.Aplikasi Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.Bogor:Maharini press\
  •   b-indo.blogspot.com/…/perkembangan-bahasa-indonesia.html
  •   http://ven9eance.wordpress.com/2009/10/19/tugas-softskill-bahasa-indonesia/

Kalimat Deduktif

Penalaran Deduktif
Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penalaran deduktif merupakan prosedur yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus. Metode ini diawali dari pebentukan teori, hipotesis, definisi operasional, instrumen dan operasionalisasi. Dengan kata lain, untuk memahami suatu gejala terlebih dahulu harus memiliki konsep dan teori tentang gejala tersebut dan selanjutnya dilakukan penelitian di lapangan. Penarikkan kesimpulan secara deduktif biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogisme.
Silogisme disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premsi mayor dan premis minor. Kesimpulan merupakan pengetahuan yang didapat dari penalaran deduktif berdasarkan kedua premis tersbut. Dari contoh sebelumnya misalkan kita menyusun silogisme sebagai berikut.
Semua mahluk hidup perlu makan untuk mempertahanka hidupnya (Premis mayor)
Joko adalah seorang mahluk hidup (Premis minor)
Jadi, Joko perlu makan untuk mempertahakan hidupnya (Kesimpulan)
Kesimpulan yang diambil bahwa Joko juga perlu makan untuk mempertahankan hidupnya adalah sah menurut penalaran deduktif, sebab kesimpulan ini ditarik secara logis dari dua premis yang mendukungnya. Pertanyaan apakah kesimpulan ini benar harus dikembalikan kepada kebenaran premis-premis yang mendahuluinya. Apabila kedua premis yang mendukungnya benar maka dapat dipastikan bahwa kesimpulan yang ditariknya juga adalah benar. Mungkin saja kesimpulannya itu salah, meskipun kedua kedua premisnya benar, sekiranya cara penarikkan kesimpulannya tidak sah.
Dengan demikian maka ketepatan penarkkan kesimpulan tergantung dari tiga hal yaitu kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor, dan keabsahan penarikan kesimpulan. Apabila salah satu dari ketiga unsur itu persyaratannya tidak terpenuhi dapat dipastikan kesimpulan yang ditariknya akan salah.
MENARIK SIMPULAN SECARA LANGSUNG
Penarikan secara langsung ditarik dari satu premis.
Contoh kalimat :
- Semua ikan bernafas melalui insang. ( premis )
- Semua yang bernafas melalui insang adalah ikan. ( simpulan )
MENARIK SIMPULAN SECARA TIDAK LANGSUNG
Penarikan ini ditarik dari dua premis. Premis pertama adalah premis yang bersifat umum, sedangkan yang kedua adalah yang bersifat khusus. Contoh : Silogisme Kategorial. Silogisme kategorial adalah silogisme yang terjadi dari tiga proposisi, yaitu :
- Premis umum : premis mayor ( My )
- Premis khusus : premis minor ( Mn )
- Premis simpulan : premis kesimpulan ( K )
Contoh silogisme kategorial :
- My : Semua mahasiswa Universitas Gunadarma memiliki KTM.
- Mn : Aini Fatimah adalah mahasiswa Universitas Gunadarma.
- K : Aini Fatimah memiliki KTM.
2. SILOGISME KATEGORIAL
Silogisme Kategorial : Silogisme yang terjadi dari tiga proposisi.
1. Premis umum : Premis Mayor (My)\
2. Premis khusus remis Minor (Mn)
3. Premis simpulan : Premis Kesimpulan (K)
Dalam simpulan terdapat subjek dan predikat. Subjek simpulan disebut term mayor, dan predikat simpulan disebut term minor.
Aturan umum dalam silogisme kategorial sebagai
berikut:
1. Silogisme harus terdiri atas tiga term yaitu : term mayor, term minor, term penengah.
2. Silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu premis mayor, premis minor, dan kesimpulan.
3. Dua premis yang negatif tidak dapat menghasilkan simpulan.
4. Bila salah satu premisnya negatif, simpulan pasti negatif.
5. Dari premis yang positif, akan dihasilkan simpulan yang positif.
6. Dari dua premis yang khusus tidak dapat ditarik satu simpulan.
7. Bila premisnya khusus, simpulan akan bersifat khusus. Dari premis mayor khusus dan premis minor negatif tidak dapat ditarik satu simpulan.

Contoh silogisme Kategorial:
My : Semua mahasiswa adalah lulusan SLTA
Mn : Badu adalah mahasiswa
K : Badu lulusan SLTA
My : Tidak ada manusia yang kekal
Mn : Socrates adalah manusia
K : Socrates tidak kekal
My : Semua mahasiswa memiliki ijazah SLTA.
Mn : Amir tidak memiliki ijazah SLTA
K : Amir bukan mahasiswa

Sumber

Contoh Unsur intrinsik Cerpen

Unsur intrinsik pada cerpen adalah unsur-unsur yang membangun suatu cerita pendek yang berasal dari dalam cerita pendek itu sendiri. Sederhananya, unsur intrinsik adalah kebalikan dari unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik pada sebuah cerita pendek biasanya terdiri dari tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan nilai (amanat). Agar lebih jelas, silahkan simak contoh unsur intrinsik dalam cerpen berjudul "Veteran Tua" berikut ini.
Veteran Tua

Seorang lelaki tua menyandarkan sepeda bututnya di parkiran balai desa. Karena baru saja datang, lelaki itu akhirnya duduk di antrian paling belakang. Satu jam sudah ia duduk mengantri di tempat itu. Beberapa saat kemudian, tibalah kakek itu di antrian paling depan. Ia mengeluarkan sebuah map berwarna merah yang ia bungkus dengan kresek berwarna hitam dan menyerahkannya kepada si petugas kelurahan. Si petugaspun langsung memeriksa satu per satu isi map merah milik kakek tadi.

“Maaf pak, tapi syarat-syarat bapak kurang lengkap. Bapak harus meminta surat keterangan tidak mampu dari ketua RT dan RW, baru bapak bisa kembali lagi kesini. Kata si petugas kelurahan sambil menyerahkan kembali map merah milik kakek.

Lelaki tua itu tetap berusaha tersenyum, sudah lebih dari sejam ia duduk menunggu disana namun ternyata semua itu sia-sia. Ia kembali menuju sepeda onthel tuanya yang diparkir diantara beberapa mobil dan sepeda motor.

Kakek tua yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul di pasar itu dulunya adalah seorang pejuang kemerdekaan, sudah banyak pengalaman pahit manis yang dialaminya. Ia telah kehilangan banyak sekali teman-teman seperjuangannya, tapi kematian teman-temannya tersebut tidaklah sia-sia. Mereka semua adalah para syuhada, mereka semua mati syahid, mati di jalan Illahi sebagai bunga bangsa.

Lelaki tua itu tiba-tiba tersentak mendengar klakson bis yang membangunkannya dari lamunan masa lalunya. Tak terasa ternyata ia telah berada di jalan raya, itu artinya ia harus lebih berhati-hati lagi.

Kakek itu sekarang tinggal bersama istrinya di kolong jembatan setelah rumah mereka digusur polisi seminggu lalu. Tapi sayangnya sang istri sekarang sedang sakit keras dan dirawat di rumah sakit, sementara si kakek sedang mengusahakan pengobatan gratis bagi istrinya tersebut.
Tiba-tiba anngin berhembus semakin kencang, suara petir mulai terdengar dan awanpun berubah menjadi hitam tanda akan turun hujan. Dan benar saja, hujan turun dengan derasnya. Si kakek memutuskan untuk berteduh di emperan toko karena tak ingin map yang dibawanya tersebut menjadi basah dan rusak.

Ternyata dari tadi lelaki tua itu berteduh di depan warung sate, pantas saja perutnya merasa semakin lapar. Ia ingat bahwa terakhir ia makan sudah sejak tadi malam, sedangkan sekarang sudah jam dua lebih. Sekilas ia menengok ke dalam warung sate tadi, di dalamnya banyak orang sedang makan dengan lahapnya. Lelaki tua itu pun tersenyum, ia merasa bangga karena perjuangannya dulu saat mengusir kompeni dari tanah airnya tidaklah sia-sia. Bila ia dan teman-teman seperjuangannya dulu gagal mengusir penjajah, mungkin mereka tak akan bisa menikmati suasana seperti ini.

Kakek tua itu kemudian mengalihkan pandangannya ke televisi yang dari tadi di setel oleh seorang pedagang kaset yang berjualan tak jauh darinya. Televisi itu sedang menyiarkan seorang berpakaian jas hitam rapi dengan mengenakan dasi sedang berpidato di sebuah ruangan yang kelihatannya sangat mewah. Si lelaki tua itu menebak bahwa orang yang sedang muncul di televisi tadi pastilah seorang pejabat negerinya. Dalam pidatonya, orang itu mengatakan bahwa rakyat di negerinya sudah kehilangan rasa nasionalisme, rakyat dinegerinya juga dikatakan sudah kehilangan rasa cinta terhadap tanah airnya. Sejenak ia berpikir merenungi kata-kata pejabat itu. Dalam hati ia bertanya, siapa sebenarnya yang tidak punya nasionalisme, rakyat negerinya atau para pejabat itu?

Apakah pejabat yang bernasionalisme adalah pejabat yang makan kekenyangan saat rakyatnya mati kelaparan? Apakah pejabat yang nasionalis adalah para pejabat yang bebas liburan keliling dunia saat rakyat di negerinya antri bbm hingga berhari-hari? Atau pejabat yang punya banyak mobil mewah saat rakyatnya berdesakan di gerbong kereta api?

Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus memenuhi pikirannya, namun ia sadar ia harus pergi sekarang. Istrinya di rumah sakit pasti sudah menunggunya dan hujan pun kini telah reda, lelaki tua itu kembali mengayuh sepedanya.

Sesampainya di rumah sakit kekek tua itu memarkirkan sepedanya dan langsung bergegas menuju kamar tempat istrinya dirawat. Entah kenapa kakek itu selalu merasa tak tenang setiap jauh dari istrinya. Ia akan memastikan dulu bahwa istrinya tak membutuhkan bantuannya, baru ia akan berangkat lagi untuk mengurus surat keringanan ke ketua RT dan RW.

Saat sampai di depan kamar tempat istrinya dirawat, ia mendapati bahwa kamar sudah dalam keadaan kosong. Pintu kamarpun dalam keadaan terkunci sehingga tak bisa dibuka, padahal kakek itu yakin ia tidak salah kamar. Dalam hati ia berpikir bahwa mungkin istrinya telah sembuh sehingga dipindahkan ke tempat lain oleh dokter. Namun untuk memastikan, si kakek mencari seorang dokter yang tadi pagi memeriksa keadaan istrinya. Si kakek pun menanyakan kepada dokter tadi dimana istrinya sekarang berada. Dokter pun menatap wajah si kakek dengan mata berkaca-kaca.

“Maaf pak, kami sudah berusaha sebisa kami tapi ternyata Allah berkehendak lain. Istri bapak sudah meninggal sejam yang lalu.” Kata si dokter yang tak bisa menyembunyikan rasa sedihnya.
Si kakek pun meneteskan air matanya, tubuhnya bergetar hebat, map merah yang dibawanya jatuh dari pegangan tangannya. Pandangannya pun menjadi semakin kabur dan perlahan menjadi gelap gulita. Si kakek pun sekarang sudah tak ingat apa-apa lagi.

Keesokan harinya dua buah gundukan tanah baru muncul di kuburan. Yang satu bertuliskan Darsono bin Atmo, seorang veteran tua yang sehari-hari bekerja sebagai kuli panggul. Sedangkan nisan yang satunya lagi bertuliskan Pariyem binti Ngatijo, istri dari sang veteran pejuang. Meskipun sang veteran miskin itu sekarang telah tiada. Namun di negerinya, negeri dimana kayu dan batu bisa jadi tanaman, masih banyak orang yang bernasib sama bahkan lebih tragis darinya. Mereka semua, para rakyat di negeri itu, banyak yang rela bekerja keras membanting tulang memeras darah hanya sekedar untuk makan sekali sehari.

Dari contoh cerpen diatas, dapat kita tentukan unsur-unsur intrinsik yang membangun cerita pendek tersebut, yaitu:

Unsur Intrinsik

1. Tema : Perjuangan
2. Alur   : Maju
3. Latar  :
  • Tempat  : Kantor Balai Desa, emperan toko, rumah sakit.
  • Waktu   : Siang hari, jam dua siang.
  • Suasana : Sedih, mengharukan.
4. Penokohan :
  • Kakek Tua : pekerja keras, penyabar, ramah.
  • Istri             : setia, penyabar.
5. Sudut Pandang : Orang ketiga serba tahu.
6. Amanat            : Tetaplah sabar dan tetap berjuang sesulit apapun keadaan. 

Sumber :
www,google.com