Hukum Benda adalah Peraturan –peraturan hukum yang
mengatur tentang benda atau barang-barang (zaken) dan Hak Kebendaan (zakelijk
recht). Pengertian benda dapat dibedakan menjadi pengertian dalam arti
sempit dan dalam arti luas. Pengertian ialah benda dalam arti sempit ialah
setiap barang yang dapat diihat saja (berwujud). Sedangkan pengertian benda
dalam arti luas disebut dalam Pasal 509 KUHPerdata yaitu benda ialah tiap
barang-barang dan hak-hak yamg dapat dikuasai dengan hak milik atau denga kata
lain benda dalam konteks hukum perdata adalah segala sesuatu yang dapat
diberikan / diletakkan suatu Hak diatasnya, utamanya yang berupa hak milik.
Dengan demikian, yang dapat memiliki sesuatu hak tersebut adalah Subyek Hukum,
sedangkan sesuatu yang dibebani hak itu adalah Obyek Hukum.
Dasar Hukum Benda
Benda yang dalam
hukum perdata diatur dalam Buku II BW, pengaturan tentang hukum benda dalam
Buku II BWI ini mempergunakan system tertutup, artinya orang tidak
diperbolehkan mengadakan hak hak kebendaan selain dari yang telah diatur dalam
undang undang ini. Selain itu, hukum benda bersifat memaksa (dwingend
recht), artinya harus dipatuhi,tidak boleh disimpangi, termasuk membuat
peraturan baru yang menyimpang dari yang telah ditetapkan . Lebih lanjut dalam
hukum perdata, yang namanya benda itu bukanlah segala sesuatu yang berwujud
atau dapat diraba oleh pancaindera saja, melainkan termasuk juga pengertian
benda yang tidak berwujud, seperti misalnya kekayaan seseorang. Istilah benda
yang dipakai untuk pengertian kekayaan, termasuk didalamnya tagihan / piutang,
atau hak hak lainnya, misalnya bunga atas deposito . Meskipun pengertian zaak
dalam BWI tidak hanya meliputi benda berwujud saja, namun sebagian besar dari
materi Buku II tentang Benda mengatur tentang benda yang berwujud. Selain itu,
istilah zaak didalam BWI tidak selalu berarti benda, tetapi bisa berarti
yang lain, seperti : “perbuatan hukum “ (Ps.1792 BW), atau “kepentingan”
(Ps.1354 BW), dan juga berarti “kenyataan hukum” (Ps.1263 BW).
Pada masa kini, selain diatur di Buku
II BWI, hukum benda juga diatur dalam:
- Undang-Undang
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960, dimana diatur hak-hak kebendaan yang
berkaitan dengan bumi, air dan kekayaan yang terkandung didalamnya.
- Undang-Undang
Merek No.21 Tahun 1961, yang mengatur tentang hak atas penggunaan merek
perusahaan dan merek perniagaan .
- Undang-Undang
Hak Cipta No.6 Tahun 1982, yang mengatur tentang hak cipta sebagai benda
tak berwujud, yang dapat dijadikan obyek hak milik .
- Undang-Undang
tentang Hak Tanggungan tahun 1996, yang mengatur tentang hak atas tanah
dan bangunan diatasnya sebagai pengganti hipotik dan crediet verband
.
Macam-macam
Benda
Doktrin membedakan berbagai macam benda menjadi :
1. Benda
berwujud dan benda tidak berwujud.
Arti penting pembedaan ini adalah pada saat pemindah
tanganan benda dimaksud, yaitu :
- Jika
benda berwujud itu benda bergerak, pemindah tanganannya harus secara nyata
dari tangan ke tangan.
- Jika
benda berwujud itu benda tidak bergerak, pemindah tanganannya harus
dilakukan dengan balik nama.
Penyerahan benda tidak berwujud dalam bentuk berbagai
piutang dilakukan dengan :
- Piutang atas nama (op naam)
dengan cara Cessie
- Piutang atas tunjuk (an
toonder) dengan cara penyerahan surat dokumen yang bersangkutan dari
tangan ke tangan
- Piutang atas pengganti (aan
order) dengan cara endosemen serta penyerahan dokumen yang bersangkutan
dari tangan ke tangan ( Ps. 163 BWI).
2. Benda
Bergerak dan Benda Tidak Bergerak
Benda bergerak adalah benda yang menurut sifatnya
dapat dipindahkan (Ps.509 BWI). Benda bergerak karena ketentuan undang undang
adalah hak hak yang melekat pada benda bergerak (Ps.511 BWI), misalnya hak
memungut hasil atas benda bergerak, hak memakai atas benda bergerak, saham
saham perusahaan. Benda tidak bergerak adalah benda yang menurut sifatnya tidak
dapat dipindah-pindahkan, seperti tanah dan segala bangunan yang berdiri
melekat diatasnya. Benda tidak bergerak karena tujuannya adalah benda yang
dilekatkan pada benda tidak bergerak sebagai benda pokoknya, untuk tujuan
tertentu, seperti mesin mesin yang dipasang pada pabrik. Tujuannya adalah untuk
dipakai secara tetap dan tidak untuk dipindah-pindah (Ps.507 BWI). Benda tidak
bergerak karena undang undang adalah hak hak yang melekat pada benda tidak
bergerak tersebut, seperti hipotik, crediet verband, hak pakai atas benda tidak
bergerak, hak memungut hasil atas benda tidak bergerak (Ps.508 BWI).
Arti penting pembedaan benda sebagai bergerak dan
tidak bergerak terletak pada :
- penguasaannya (bezit),
dimana terhadap benda bergerak maka orang yang menguasai benda tersebut
dianggap sebagai pemiliknya (Ps.1977 BWI); azas ini tidak berlaku bagi
benda tidak bergerak.
- penyerahannya (levering),
yaitu terhadap benda bergerak harus dilakukan secara nyata, sedangkan pada
benda tidak bergerak dilakukan dengan balik nama ;
- kadaluwarsa (verjaaring),
yaitu pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sedangkan pada benda
tidak bergerak terdapat kadaluwarsa :dalam hal ada alas hak, daluwarsanya
20 tahun; dalam hal tidak ada alas hak, daluwarsanya 30 tahun
- pembebanannya (bezwaring),
dimana untuk benda bergerak dengan gadai, sedangkan untuk benda tidak
bergerak dengan hipotik.
- dalam hal pensitaan (beslag),
dimana revindicatoir beslah (penyitaan untuk menuntut kembali
barangnya), hanya dapat dilakukan terhadap barang barang bergerak .
Penyitaan untuk melaksanakan putusan pengadilan (executoir beslah) harus
dilakukan terlebih dahulu terhadap barang barang bergerak, dan apabila
masih belum mencukupi untuk pelunasan hutang tergugat, baru dilakukan
executoir terhadap barang tidak bergerak.
- Benda dipakai habis dan benda
tidak dipakai habis
Pembedaan ini penting artinya dalam hal pembatalan
perjanjian. Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang dipakai habis,
pembatalannya sulit untuk mengembalikan seperti keadaan benda itu semula, oleh
karena itu harus diganti dengan benda lain yang sama / sejenis serta senilai.
Pada perjanjian yang obyeknya adalah benda yang tidak dipakai habis tidaklah
terlalu sulit bila perjanjian dibatalkan, karena bendanya masih tetap ada,dan
dapat diserahkan kembali.
3. Benda sudah ada dan benda akan ada
Arti penting pembedaan ini terletak pada pembebanan
sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian. Benda sudah ada dapat
dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjiannya dengan cara menyerahkan
benda tersebut. Benda akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, bahkan
perjanjian yang obyeknya benda akan ada bisa terancam batal bila pemenuhannya
itu tidak mungkin dapat dilaksanakan (Ps.1320 btr 3 BWI) .
4. Benda dalam perdagangan dan benda luar perdagangan.
Arti penting dari pembedaan ini terletak pada pemindah
tanganan benda tersebut karena jual beli atau karena warisan. Benda dalam
perdagangan dapat diperjual belikan dengan bebas, atau diwariskan kepada ahli
waris,sedangkan benda luar perdagangan tidak dapat diperjual belikan atau
diwariskan, umpamanya tanah wakaf, narkotika, benda benda yang melanggar
ketertiban dan kesusilaan.
5. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi.
Letak pembedaannya menjadi penting dalam hal pemenuhan
prestasi suatu perjanjian, di mana terhadap benda yang dapat dibagi, prestasi
pemenuhan perjanjian dapat dilakukan tidak sekaligus, dapat bertahap. Lain
halnya dengan benda yang tidak dapat dibagi, maka pemenuhan prestasi tidak
dapat dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara seutuhnya.
6. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar.
Arti penting pembebannya terletak pada pembuktian
kepemilikannya. Benda terdaftar dibuktikan dengan bukti pendaftarannya.
TINJAUAN TENTANG HAK KEBENDAAN
Sifat dan
Karakter Hak Kebendaan.
Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku
II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai
berikut :
- Hak
kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja,
dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan
berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak
tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
- Hak
kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau
bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan
hokum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas
pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.
- Hak
kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan
perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak
yang lainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa
saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering
dikatakan hokum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum
perorangan bersifat terbuka.
Ciri ciri Hak Kebendaan
Ciri hak kebendaan ialah :
- mutlak
/ absolute
- mengikuti
benda dimana hak itu melekat, misalnya hak sewa tetap mengikuti benda itu
berada, siapapun yang memiliki hak diatasnya
- hak
yang ada terlebih dahulu (yang lebih tua), kedudukannya lebih tinggi;
- memiliki
sifat diutamakan
- dapat
dilakukan gugatan terhadap siapapun yang mengganggu hak yang bersangkutan.
- pemindahan
hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapapun .
Penggolongan
Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
1. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam
UUPA, maka hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;Bezit ; Hak
Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ; Hak Mendiami.
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan
tidak berlaku lagi: Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah, Hak
servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah, Hak pakai atas
tanah
Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah
yang dihapus adalah :
- Hak Milik ; Hak Guna Usaha ;
Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
- Hak Sewa untuk bangunan ; Hak
membuka tanah dan memungut hasil hutan
- Hak guna air, pemeliharaan dan
penangkapan ikan
- Hak guna ruang angkasa
- Hak hak tanah untuk kepentingan
keagamaan dan social
2. Hak
Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
- Hak Gadai (pandrechts)
- Hipotik
- Credietverband
- Privilege (piutang yang di
istimewakan).
- Fiducia
Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan,
seperti :
1. Melalui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res
nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh seseorang yang mendapatkannya,
dianggap sebagai pemiliknya.
2. Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas
dari penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang
menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi
pemilik barang yang diketemukannya .
3. Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh
melalui penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti
jual beli, sewa menyewa, hibah, warisan dsb. Dengan adanya penyerahan maka
titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.
4. Dengan
Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak
ketahui pemilik benda itu sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik
atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut
menguasai benda yang bersangkutan. Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya
adalah :
- jika ada alas hak, 20
tahun
- jika tidak ada alas hak, 30
tahun
- Melalui Pewarisan, hak
kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang
berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
6. Dengan
Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda
yang sudah ada maupun sama sekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda
ciptaannya itu.
7. Dengan
cara ikutan / turunan
Hapusnya Hak Kebendaan
Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
1. Bendanya
Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda
tersebut ikut lenyap,
2. Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi
hapus bila benda yang bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
3. Karena
Pelepasan Hak
4. Karena
Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30
tahun (karena ada alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
5. Karena
Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan
seseorang atas benda tertentu, dengan memenuhi syarat : harus didasarkan suatu
undang undangdilakukan dan untuk kepentingan umum (dengan ganti rugi yang layak
).
TINJAUAN TENTANG HAK KEBENDAAN
YANG MEMBERI KENIKMATAN
Bezit.
Bezit diatur dalam (Ps.
529 s/d 568 BWI). Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah “barang
siapa menguasai suatu barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya”. Menurut
Ps. 529 BWI, bezit adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik
dengan diri sendiri maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang
mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki benda itu. Menurut
Prof.Subekti lebih dijelaskan maknanya sebagai berikut : ‘Bezit adalah suatu
keadaan lahir (=fakta), dimana seseorang menguasai sautu benda seolah olah
kepunyaannya sendiri, dengan tiidak mempersoalkan siapa pemilik benda itu
sebenarnya.
Lebih lanjut dalam Ps.
530 BWI disebutkan bahwa ada dua macam bezit, yaitu yang beriktikad baik (
te goede trouw) dan yang beriktikad tidak baik.(te kwader trouw).
Unsur bezit ada dua, yaitu :
- unsur
keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus) ;
- unsur
kemauan orang tersebut untuk memilikinya (animus).
Karena pada
umumnya orang yang tidak waras tidak mempunyai unsur animus, maka bezitter
(orang yang mempunyai bezit) biasanya bukan orang gila / orang yang tidak waras
.Yang dapat mempunyai hak bezit adalah orang yang dewasa, sehat pikiran,
berkehendak bebas / tidak dibawah paksaan.
Pengertian bezit
yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena penguasaan atas benda
tersebut terjadi tanpa diiketahui cacat cela dalam benda tersebut (Ps.531 BWI).
Bezit harus dibedakan dengan detentie, yakni keadaan dimana seseorang menguasai
suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu dengan pemilik yang sah
dari benda tersebut, misalnya hubungan sewa menyewa, tidak harus menimbulkan
kemauan bagi si penyewa untuk memiliki. Pada diri seorang detentor tersebut,
dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang dikuasai itu tidak ada. Menurut
ketentuan Ps 538 BWI, “ Penguasaan atas suatu benda diperoleh dengan cara
menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk
diri sendiri”.
Ketentuan tersebut mengandung unsusr-unsur :
- Kata
‘Menempatkan’ berarti perbuatan aktif yang dapat dilakukan sendiri atau
dilakukan oleh orang lain atas nama.
- Kata,
‘benda’ meliputi pengertian benda bergerak dan benda tidak bergerak; benda
bergerak meliputi benda yang sudah ada pemiliknya , atau yang belum ada
pemiliknya.
- Kata
“dalam kekuasaan” menunjukkan keharusan adanya hubungan langsung antara
orang yang menguasai dengan benda yang dikuasai.
- Kata “
mempertahankan untuk diri sendiri” menunjukkan unsur keharusan adanya
animus, yaitu kehendak menguasai benda itu untuk memilikinya sendiri; setiap
pemegang/penguasa benda itu dianggap mempertahankan penguasaannya selama
benda itu tidak beralih ke tangan orang lain atau selama benda itu tidak
nyata-nyata telah ditinggalkannya ( Ps. 542 BWI).
Cara memperoleh penguasaan (Bezit) dapat dibedakan :
1. Menguasai
benda yang tidak ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang tidak ada pemiliknya
disebut ‘penguasaan originair’, atau “bezit occupatio”. Memperoleh
penguasaan cara ini tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada benda bergerak
yang tidak ada pemiliknya (res nullius), yang kemudian diakui dan
dikuasai.
2. Menguasai
benda yang sudah ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang sudah ada pemilikya,
mempunyai dua kemungkinan, yaitu dengan bantuan orang lain yang menguasai lebih
dahulu / pemiliknya dan tanpa bantuan orang lain yang terkait. Penguasaan
dengan bantuan orang yang menguasai lebih dulu/pemiliknya disebut “pengusaan
traditio” atau “penguasaan derivatif”, yakni melalui penyerahan benda tersebut,
misalnya penguasaan atas hak gadai, hak pakai, hak sewa, hak memungut hasil
dsb. Memperoleh penguasaan tanpa bantuan orang yang menguasai lebih
dulu/pemiknya disebut “penguasaan tanpa levering”, misalnya menguasai
benda temuan di jalan, benda orang lain yang hilang. Berdasarkan ketentuan Ps.
1977 ayat (1) BWI, penguasaan berlaku sebagai alas hak yang sempurna. Dengan
demikian orang yang menguasai benda itu sama dengan pemiliknya.
Hak milik adalah
alas hak yang sempurna. Ketentuan tersebut di atas dibatasai oleh ayat (2) nya,
bahwa perlindungan hukum yang diberikan oelh ayat (1) itu tidak berlaku bagi
benda-benda yang hilang atau benda-benda curian. Terhadap benda-benda ini,
bezit sebagai hak yang sempurna tidak berlaku. Barangsiapa kehilangan atau
kecurian suatu benda, dalam waktu tiga tahun terhtung sejak hilang atau
dicurinya bendanya, berhak meminta kembali bendanya itu dari pemegangnya.
Tetapi jika pemegang benda itu menguasai benda tersebut karena memperolehnya
atau membelinya dari pedagang yang lazim memperdagangkan benda itu atau tempat
pelelangan umum, pemilik yang kehilangan benda / kecurian benda yang
bersangkutan harus mengem-balikan harga benda yang telah dibayar oleh pemegang
itu (Ps. 582 BWI).
Penguasaan “benda
bergerak yang tidak berupa bunga, atau piutang yang tidak atas tunjuk berlaku
ketentuan siapa yang menguasainya dianggappemiliknya” sebagai yang ditetapkan
dalam Ps. 1977 ayat (1), tidak diatur dalam Buku IIBWI tentang Benda karena
ternyata pembentuk undang-undang menyatakan bahwa Ps. 1977 BWI (Buku IV BWI)
tersebut mengatur tentang kadaluarsa yang membebaskan dari perikatan, artinya,
siapa yang menguasai benda bergerak seketika ia bebas dari tuntutan pemiliknya
karena tenggang waktu / daluarsa sudah lampau.
Penguasaan itu
sebagai alas hak yang sempurna, sama dengan hak milik, padahal syarat-syarat
sah levering (penyerahannya tidak dipenuhi). Dalam hal ini ada dua teori yang
menjawab soal ini, yaitu eigendomstheorie dan legitimatietheorie.
Teori ini dikemuakan oleh Meijers, yang menafsirkan
Ps. 1977 BWI secara gramatikal. Menurut Mejers siapa yang menguasai benda
bergerak secara jujur ia adalah pemilik benda itu, tanpa memperhatikan apakah
ada alas hak yang sah atau tidak, apakah berasal dari orang yang berwenang
mengauasai benda itu atau tidak. Teori ini mengesampingkan Ps. 584 BWI mengenai
syarat sahnya suatu levering, yaitu harus ada alas hak yang sah dan harus
dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda itu. Masalahnya adalah,
pasal. mana yang harus diikuti diantara dua pasal tersebut dan Mejers
berpendapat Ps. 1977 BWI yang diikuti, berarti mengabaikan dua syarat sahnya
levering, dan oleh karena itu pada masa sekarang teori Mejers ini sudah
ditinggalkan orang.
Teori ini dikemukakan oleh Paul Scholten : Pada umunya
hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah bila seseorang
memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut
yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat dimengerti, bahwa kelancaran lalu lintas
hukum akan sangat terganggu, jilka dalam setiap jual belibarang bergerak si
pembeli harus menyelidiki terlebih dahulu apakan si penjual sungguh- sungguh
mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya. Untuk kepentingan kelancaan
lalu lintas hukum itulah, Ps. 1977 BWI menetapkan mengenai barang bergerak si
penjual dianggap sudah cukup membuktikan hak miliknya dengan mempertunjukkan
bahwa ia menguasai barang itu seperti seorang pemilik, yaitu bahwa menurut
keadaan yang tampak barang itu seperti kepunyaannya sendiri. Jadi ia tidak usah
memperlihatkan cara bagaimana ia memperoleh penguasaan atas benda tersebut, tak
usah ia memperlihatkan tanda bukti tentang hak miliknya dan pembeli yang
percaya atas adanya bezit di pihak penjual tersebut akan dilindungi oleh
undang-undang. Jika kemudian ternyata si penjual bukan pemilik tetapi misalnya
hanya meminjam barang itu dari pemilik, maka barang itu akan menjadi milik si
pembeli (pembeli yang beritikad baik). Bezit bukan sebagai hak milik, jadi
siapa yang secara jujur menguasai benda tak bergerak ia dilindungi oleh
undang-undang. Jika dihubungkan dengan Ps. 584 BWI tentang syarat- syaratnya
sahnya levering, teori Paul Scholten ini mengabaikan satu syarat levering,
yaitu “ tidak perlu berasal dari orang yang berwenang menguasai benda itu”,
melainkan cukup dengan anggapan saja bahwa benda itu memang berasal dari yang
berwenang menguasainya, demi kelancaran lalu lintas hukum. Tujuan teori ini
adalah melindungi pihak ketiga yang jujur, tetapi agar tidak terlalu luas penafsirannya,
maka dikatakan bahwa perindungan hukum yang dimaksud dalam Ps. 1977 BWI hanya
berlaku terhadap perbuatan-perbuatan dalam perdagangan. Jadi, seseorang yang
bagaimanapun jujurnya menerima suatu benda sebagai hadiah, tidak dilindungi
oleh hukum, karena bisa saja benda itu beasal dari benda curian, sedangkan
kasus pemberian hadiah tidak termasuk sebagai perbuatan perdagangan. Pembatasan
yang diajarkan oleh Paul Scholten ini disebut “rechtsvefijning”
(penghalusan hukum).
B.
Hak Milik (Hak Eigendom)
Pengertian hak milik disebutkan
dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati
sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebas-bebasnya terhadap
benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang
ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak
menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi
kemungkinan pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan
perundangan dengan pembayaran ganti rugi. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat
disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda.
Memang dahulu hak eigendom dipandang benar-benar mutlak, dalam arti tidak
terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini mincul pengertian tentang asas
kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak tersebut. Hal tersebut tercermin
dalam UUPA kita yang menonjolkan asas kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan
bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita
sudah tidak dapat berbuat sewenang-wenang atau sebebas-bebasnya dengan hak
milik kita sendiri. Bahkan pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya
berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan
hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang
patut, atau dengan maksud semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (“misbruikvanrecht”).
Sebagai hak kebendaan yang sempurna, hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
- Merupakan
hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
- Ditinjau
dari segi kualitasnya, merupakan hak yang paling lengkap.
- Bersifat
tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika menghadapi hak milik.
- Mengandung
inti dari hak kebendaan yang lain, sedangkan hak kebendaan yang lain hanya
meupakan bagian saja dari hak milik.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas sesuatu
benda, berhak meminta kembali benda miliknya itu dari siapapun juga yang
menguasainya (Ps. 574 BWI). Permintaan kembali yang didasarkan atas hak milik
dinamakan revindicatie; di dalam sidang pengadilan baik sebelum maupun pada
saat perkara belangsung, pemilik dapat mengajukan permohonan agar benda yang
diminta kembali itu disita terlebih dahulu ( revindicatoir beslag), yaitu
penyitaan yang dilakukan terhadap benda-benda bergerak milik pemohon yang
berada dibawah kekuasaan orang lain dengan tidak perlu mengemukakan atau
menguraikan bagaimana cara memperolehnya hak milik itu. Cara memperoleh hak
milik datur dalam Ps. 584 BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja :
1. Melalui
pengambilan (toegening atau occupatio)
Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda
bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya
2. Melalui
penarikan oleh benda lain (natrekking atau accecio)
Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang
telah dimiliki secara alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya.
3. Melalui
daluwarsa (verjaring).
Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20
tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas
hak (Ps. 610 BWI). Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve
verjaring, yakni suatu cara untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu
tertentu, disisi lain tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk
dibebaskan dari suatu hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.
4. Melalui
perwarisan (erfopvolging)
Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang
ditinggalkan pewaris. Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum
tanpa harus ada tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa
ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)
5. Melalui
penyerahan (levering atau overdracht).
Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak
milik seseoarang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh
hak milik itu. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam
kehidupan masyarakat sekarang. Perkataan levering mempunyai dua arti. Yang
pertama berarti perbuatan berupa penyerahan kekuasaan belaka atas suatu benda (feicelijke
levering); pengertian kedua berarti perbuatan hukum yang bertujuan
memindahkan hak milik kepada orang lain (yuridische levering).
Penyerahan hak milik atas benda bergerak cukup dilakukan dengan penyerahan
kekuasaan belaka atas benda itu, sedangkan penyerahan hak milik atas benda tak
bergerak harus dibuatkan suatu surat penyerahan yang harus dituliskan dalam
daftar hak milik.Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud
dapat dibedakan atas :
- Levering
dari surat piutang atas tunjuk (aan tonder), berdasarkan Ps. 613 ayat (3)
BWI dilakukan dengan penyerahan surat yang bersangkutan.
- Levering
dari surat piutang atas nama (op naam), berdasarkan Ps. 613 ayat (1) BWI
dilakukan dengan cara membuat akte otentik atau akte di bawahtangan
(cessie). Ini berarti pergantian kedudukan berpiutang dari kredirur
lama (cedent) kepada kreditur baru (cessionaris), sedangkan debiturnya
dinamakan cessus. Jadi hak berpiutang dianggap telah beralih dari cedent
kepada cessionaris pada saat akte cessie dibuat, bukan pada waktu akte
cessie diberitahukan kepada cessus.
- Levering
dari piutang atas perintah (aan order) yang berdasarkan Ps. 613
ayat (3) BWI harus dilakukan dengan surat piutang tersebut disertai dengan
endosemen, yaitu menulis dibalik surat piutang yang menyatakan kepada
siapa piutang tersebut dialihkan. Cara memperoleh hak milik yang tidak
disebutkan dalam Ps. 584 BWI :
a. Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara
membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru.
Misalnya, kayu diukir menjadi patung, benang ditenun menjadi kain dlsb. Orang
yang menjadikan atau membentuk benda baru tersebut menjadi pemiliknya (Ps. 606
BWI).
b. Penarikan hasilnya (vruchttrekking), yaitu
benda yang merupakan hasil/buah dari benda pokok yang dikuasainya, misalnya
buah pisang dari pohon pisang, anak sapi dari sapi yang dikuasainya (Ps. 575
BWI).
c. Percampuran atau persatuan benda (vereniging),
yaitu perolehan hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan
beberapa orang. Jika bercampurnya benda itu karena kebetulan, maka benda itu
menjadi milik bersama orang-orang tersebut, seimbang dengan harga benda mereka
semula. Jika bercampurnya benda itu karena perbuatan seseorang pemilik benda,
maka dialah menjadi peimilik dari benda baru tersebut dengan kewajiban membayar
ongkos-ongkos, ganti rugi dan bunganya kepada para pemilik lain dari benda-benda
semula (Ps. 607-609 BWI).
d. Pencabutan hak (onteigening),, yaitu cara
memperoleh hak milik bagi penguasa dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu
benda kepunyaan satu atau beberapa orang. Untuk melakukan hal ini penguasa
harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dan harus untuk tujuan
kepentiangan umum dengan disertai pemberian ganti rugi yang layak kepada (para)
pemiliknya.
e. Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara
memperoleh hak milik dari penguasa dengan jalan merampas hak milik atas suatu
benda kepunyaan terpidana yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
f. Pembubaran suatu badan hukum, yaitu dengan
pembubaran badan hukum maka para anggota badan hukum dapat memperoleh bagian
dari harta kekayaan badan hukum tersebut (Ps. 1665 BWI).
Pasal 573 BW
mengatur tentang adanya suatu benda yang dipunyai oleh lebih satu orang,
sehingga terjadi hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda, di mana
dinyatakan bahwa membagi suatu benda menjadi milik lebih dari satu orang, harus
dilakukan menurut aturan-aturan yang ditetapkan tentang “pemisahan” dan
“pembagian” harta peninggalan. Sedangkan aturan-aturan tentang pemisahan dan
pembagian harta peninggalan diatur dalam Buku II Ps. 1066-1125 BWI.
Milik bersama
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hak milik bersama yang bebas (vrije
medeeigendom) dan hak milik bersama yang teriikat (gebonden medeeigendom).
Contoh hak milik bersama yang bebas adalah a, b, dan c bersama-sama membeli
sebuah komputer. Contoh hak milik bersama yang terikat adalah hak milik bersama
suami istri terhadap harta perkawinan, terhadap harta peninggalan, terhadap
harta kekayaan suatu badan hukum. Inti perbedaannya adalah hak milik bersama
yang bebas tidak mempunyai hubungan apa-apa sebelum mereka bersama menjadi
pemilik ssesuatu barang; sedangkan dalam hak milik bersama yang terikat
pemilikan bersama atas suatu benda itu justru sebagai akibat dari hubungan
mereka satu sama lain yang telah ada sebelumnya. Perbedaan yang lain adalah
bahwa di dalam hak milik bersama yang bebas terdapat kehendak bersama dari
beberapa orang untuk memiliki suatu benda; sedangkan di dalam hak milik bersama
yang terikat, kehendak untuk bersama sama menjadi pemilik hampir tidak ada,
yang semata-mata ada diantara mereka adalah karena hubungan hukum yang telah
ada sebelumnya. Secara umum para ahli hukum mengatakan perbedaan antara hak
milik bersama yang bebas dengan hak milik bersama yang terikat sebagai berikut
:
- Para
pemilik dalam hak milik bersama yang bebas dapat meminta pemisahan dan
pembagian atas benda yang merupakan milik bersama, sedangkan para pemilik
di dalam hak milik bersama yang terikat tidak dapat meminta pemisahan dan
pembagian terhadap benda milik bersama itu. Dalam hal ini terdapat
keberatan / sanggahan dari para ahli hukum yang lain oleh karena mengenai
“harta peninggalan”, para ahli waris dapat meminta pemisahan dan pembagian
harta peninggalan tersebut.
- Di
dalam hak milik bersama yang bebas, masing-masing orang mempunyai bagian
yang merupakan harta kekayaan yang berdiri sendiri, sehingga masing-
masing berwenang untuk menguasai atau berbuat apa saja terhadap benda
tersebut tanpa memerlukan izin dari pemilik yang lain; sedangkan di dalam
hak milik bersama yang terikat, hal yang demikian tidak mungkin sebab
harus mendapat izin dari pemilik-pemilik yang lain.
- Di
dalam hak milik bersama yang bebas, tiap-tiap pemilik mempunyai bagian
atas benda milik bersama itu; sedangkan dalam hak milik bersama yang
terikat tiap-tiap pemilik berhak atas seluruh bendanya.
Sebab-sebab yang mengakibatkan hapusnya hak milik
adalah :
- Karena
ada orang lain yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang sebelumnya
menjadi hak milik seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh hak
milik seperti telah diuraikan di atas.
- Karena
musnahnya benda yang dimiliki.
- Karena
pemilik melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud untuk melepaskan
hak miliknya.
C.
Hak Memungut Hasil (VRUCHTGEBRUIK)
Hak memungut hasil adalah hak untuk
memungut hasil dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri,
dengan kewajiban bahwa dirinya harus menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan
seperti semula (Ps. 756 BWI).
Kewajiban dari
pemegang hak memungut hasil diatur di dalam Ps. 782-806 BWI:
1. Kewajiban
pada permulaan adanya hak memungut hasil :
- Membuat pencatatan
(inventarisasi) terhadap benda-bendanya
- Mengadakan jaminan-jaminan yang
diperlukan (asuransi dlsb) terhadap benda-benda yang bersangkutan
2. Kewajiban
selama adanya hak memungut hasil :
- Mengadakan perbaikan terhadap
benda-benda
- Menanggung biaya perbaikan dan
pajak yang harus dibayar dalam pengelolaan benda-benda itu.
- Memelihara benda itu dengan
sebaik-baiknya.
3. Kewajiban
pada waktu berakhirnya hak memungut hasil :
- Mengembalikan semua benda
seperti dalam keadaan semula
- Mengganti segala kerusakan /
kerugian yang timbul atas benda-benda itu
D.
Hak Pakai dan Hak Mendiami
Di dalam BW hak pakai dan hak
mendiami ini diatur dalam Buku II Ps. 818-829 BWI, akan tetapi tidak ada satu
pasalpun yang memberikan definisi / pengertian tentang kedua hak tersebut. Di
dalam Ps. 818 BWI hanya disebutkan bahwa hak pakai dan hak mendiami itu
merupakan hak kebendaan yang terjadinya dan hapusnya sama seperti hak memungut
hasil.Hak pakai sebetulnya sama dengan hak mendiami, namun apabila hak ini
menyangkut rumah kediaman maka dinamakan hak mendiami. Bilamana obyek hak pakai
adalah binatang, maka pemilik hak pakai berhak untuk mempekerjakannya, memakai
air susunya dan rabuknya, sekedar dibutuhkan untuk diri sendiri dan anggota
keluarganya, akan tetapi tidak boleh menikmati hak pakai / hak milik (Ps. 824
BWI) terhadap anak binatang yang bersangkutan.
Dalam Ps. 826 BWI
ditentukan bahwa barangsiapa mempunyai hak mendiami atas sebuah rumah, maka ia
boleh mendiami rumah itu sejak ia masih bujangan hingga ia mempunyai keluarga /
keturunan yang diam di rumah tersebut.
E.
Erfdienstbaarheid / Servituut (Ps. 674-710 BWI)
Erfdienstbaarheid adalah suatu beban
yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang
berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang
ang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A atau air yang
dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui pekarangan A. Oleh karena
erfdienstbaarheid itu suatu hak kebendaan, maka haknya tetap melekat pada
pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada orang
lain.
F.
Hak
opstal,
Hak postal yaitu
suatu hak untuk mendirikan dan menguasai bangunan atau tanaman di atas tanah
milik orang lain (Ps. 711 BWI).
G.
Hak Erfpacht.
Hak Erfpacht yaitu suatu hak kebendaan untuk memungut
hasil seluas-luasnya dalam jangka waktu yang lama atas bidang tanah milik orang
lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun
(Ps. 720 BWI). Semua hak pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang hak
erfpacht, sedangkan bukti pengakuan terhadap hak pemilik tanah berupa
pembayaran sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun (pacht atau canon)
tersebut. (Hak ini dahulu banyak dipergunakan untuk perusahaan perkebunan yang
besar atau pembukaan tanah yang masih belukar sehingga diberikan untuk jangka
waktu yang cukup lama, biasanya selama 75 tahun).
HAK KEBENDAAN YANG BERSIFAT
MEMBERI JAMINAN
Hak kebendaan
yang bersifat memberi jaminan selalu bertumpu atas benda orang lain, baik benda
bergerak maupun benda tak bergerak. Jika benda yang menjadi obyek jaminan
adalah benda bergerak maka disebut hak gadai (pandrecht), sedangkan benda yang
menjadi obyek jaminan adalah benda tidak bergerak maka hak kebendaannya adalah
hipotik. Kreditur yang mempunyai hak gadai dan atau hipotik mempunyai kedudukan
preferens yaitu hak untuk didahulukan dalam pemenuhan hutangnya dari
kreditur-kreditur yang lainnya (Ps. 1133 BWI).
A.
Gadai (Pandrecht)
Gadai adalah suatu hak yang
diperoleh kreditur atas suatu benda bergerak yang diberikan debitur kepadanya
sebagai jaminan pelunasan pembayaran dan memberikan hak kepada kreditur untuk
mendapat pembayaran lebih dahulu dari kreditur-kreditur lainnya atas hasil
penjualan benda tersebut (Ps. 1150 BWI). Pengertian gadai di atas membuktikan
bahwa hak gadai adalah tambahan atau buntut dari suatu perjanjian pokok, yaitu
perjanjian pinjam meminjam uang, dengan tujuan agar kreditur jangan sampai
dirugikan apabila debitur lalai membayar kembali uang pinjaman berikut
bunganya.Jadi tidak mungkin timbul adanya hak gadai tanpa ada perjanjian pokok
berupa perjanjian hutang piutang. Dalam hukum Romawi terdapat semacam hak gadai
yang dinamakan fidutia, yaitu suatu pemindahan hak milik dengan perjanjian
bahwa benda akan dikembalikan apabila si berhutang sudah membayar lunas hutang
dan bunganya. Selama hutang belum dibayar kreditur menjadi pemilik benda yang
dijaminkan itu. Sebagai pemilik, ia berhak menyuruh memakai atau menyewakan
benda itu kepada debitur sehingga orang yang berhutang ini tetap menguasai
bendanya. Hak gadai senantiasa melekat meskipun hak milik atas benda itu jatuh
ke tangan orang lain seperti ahli warisnya. Pemegang hak gadai yang kehilangan
benda gadai itu, berhak meminta kembali benda itu dari tangan siapapun benda
tersebut berada selama 3 (tiga) tahun (Ps. 1152 ayat (3) jo Ps. 1977 ayat (2)
BWI). Hak untuk meminta kembali ini berdasarkan Ps. 1977 ayat (2) BWI diberikan
kepada pemilik benda bergerak, sehingga Ps. 1152 ayat (3) BWI dapat diartikan
bahwa hak gadai dipersamakan dengan hak milik. Unsur terpentiing dari hak gadai
adalah benda yang dijaminkan harus berada dalam kekuasaan pemegang gadai. Namun
penguasaan tersebut bukan untuk menikmati, memakai dan memungut hasil,
melainkan hanya untuk menjadi jaminan pembayaran hutang si debitur (pemberi
gadai).
1. Obyek hak
gadai.
Obyek hak gadai berupa benda bergerak, baik benda
bergerak yang berwujud (lichamelijkezaken) maupun benda bergerak yang
tidak berwujud (onlichamelijke zaken) berupa hak untuk mendapatkan
pembayaran uang dalam bentuk surat-surat berharga.
2. Apabila surat berharga yang digadaikan berupa surat
berharga atas bawa / atas tunjuk / aan toonder (pembayaran uang dilakukan
kepada siapa saja yang membawa/ memegang surat itu), maka cara menggadaikannya
adalah dengan cara menyerahkan begitu saja surat berharga tersebut kepada
pemegang gadai.
3. Apabila surat berharga yang digadaikan berupa atas
perintah / aan order (pembayaran uang dilakukan kepada orang yang disebut dalam
surat berharga yang bersangkutan), maka dalam cara menggadaikan surat berharga
tersebut diperlukan adanya endosemen (Ps. 1152 BWI dst) dan kemudian surat
berharga itu harus diserahkan kepada pemegang gadai.
4. Apabila surat berharga yang digadaikan berupa surat
berharga atas nama / op naam (pembayaran dilakukan kepada orang yang namanya
disebut di dalam surat berharga itu), maka cara menggadaikannya harus
diberitahukan terlebih dahulu kepada orang yang berwajib membayar uang dan
orang yang wajib membayar ini dapat menuntut supaya ada bukti tertulis izin
pemberi gadai. Sebagai konsekuensi bahwa penguasaan pemegang hak gadai bukan
untuk menikmati, memakai atau memungut hasil, maka kalau yang digadaikan adalah
surat-surat berharga yang memberikan berbagai hak, seperti bunga, Ps. 1158 BWI
menentukan bahwa pemegang gadai dapat memungut bunga itu tetapi bunga itu harus
diperhitungkan dengan hutang maupun bunga yang haruis dibayar oleh pemberi
gadai.
Subyek hak gadai
Subyek hak gadai
adalah pemberi dan penerima hak gadai, hanya dapat dilakukan oleh orang-orang
yang pada umumnya cakap dan mampu melakukan perbuatan hokum mengasingkan
(menjual, menukar, dll) benda itu. Ps. 1152 ayat (4) BWI menentukan bahwa kalau
ternyata debitur tidak berhak untuk mengasingkan (menjual, menukar,
menghibahkan dlsb) benda itu, gadai tidak dapat dibatalkan sepanjang penerima
gadai (kreditur) betul-betul beranggapan bahwa pemberi gadai berhak untuk membebankan
benda yang bersangkutan dengan hak gadai. Kalau penerima gadai mengetahui atau
seharusnya dapat menyangka bahwa pemberi gadai tidak berhak mengasingkan obyek
gadai, maka penerima gadai tidak mendapat perlindungan hukum dan hak gadai
harus dibatalkan. Timbulnya hak gadai didasarkan atas perjanjian mengadakan
gadai, baik yang dibuat secara tertulis (otentik atau di bawah tangan) atau
dibuat secara lisan. Akan tetapi dengan perjanjian gadai saja, tidak berarti
hak gadai telah terbentuk dengan sendirinya, melainkan masih harus disertai
dengan penyerahan benda yang digadaikan. Jika barang-barang yang akan
digadaikan merupakan barang-barang yang sehari-hari dipergunakan untuk berusaha
maka akan timbul kesulitan apabila benda itu diserahkan sebagai benda gadai
karena ia tidak akan memperoleh penghasilan untuk melunasi hutang-hutangnya
itu. Jalan keluar yang ditempuh untuk mengatasi kesulitan terbut di atas adalah
dengan mempergunakan suatu lembaga jaminan yang dinamakan fiduciare eigendoms
overdracht (fidutia) yang disingkat menjadi FEO.
Hak-hak
pegang gadai (kreditur) :
- Menahan
benda yang digadaikan selama hutang pokok , bunga dan biaya lainnya belum
dilunasi oleh debiur.
- Mendapat
pembayaran atas piutangnya dari hasil penjualan benda yang digadaikan. Penjualan
benda gadai dapat dilakukan sendiri oleh pemegang gadai atau melalui
pengadilan.
- Meminta
ganti seluruh biaya yang timbul yang telah menjadi beban dirinya dalam
memelihara benda gadai.
- Menggadaikan
kembali benda gadai, dalam hal kasus seperti telah menjadi kebiasaan,
seperti menggandaikan saham-saham perseroan atau obligasi.
- Mempunyai
hak untuk didahulukan (preferensi) dalam menerima pembayaran atas
piutangnya terhadap piutang-piutang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir Muhammad, “Hukum Perdata Indonesia” ,
PT.Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000
F.X. Suhardana , “Hukum Perdata I, Buku Panduan
Mahasiswa”, P.T.Prenhallindo, Jakarta. 2001
R. Subekti, SH, “Pokok-Pokok Hukum Perdata” , P.T.
Internusa, Jakarta, 2001
R. Subekti, SH, Prof. , “Perbandingan Hukum Perdata” ,
Pradnya Paramita, Jakarta, 2001
Ridwan Syahrani, “Seluk Beluk Hukum dan Azas-Azas
Hukum Perdata” , Penerbit Alumni, Bandung, 2000.