Food Background

Kamis, 08 Maret 2012

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PRINSIP INSURABLE INTEREST DALAM ASURANSI JIWA

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PRINSIP INSURABLE
INTEREST
DALAM ASURANSI JIWA

A.  PENDAHULUAN

          Indonesia adalah negara berkembang yang pada saat ini
sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat adil makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin maju oleh karena itu diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dalam melakukan pembangunan ekonomi di Negara kita. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
semakin banyak pula kemajuan yang dicapai oleh bangsa Indonesia. Perkembangan tersebut tidak jarang menimbulkan kerugian yang cukup besar, antara lain terbakarnya gedung- gedung, jatuhnya pesawat terbang, hilangnya dana deposan dan lain-lain.
Risiko-risiko tersebut tidak dikehendaki dan tidak dapat
diduga kapan terjadinya oleh siapapun. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk menghindari risiko atau minimal mengurangi beban kerugian yang menimpa dirinya atau harta bendanya. Dalam menghadapi risiko yang dapat terjadi sewaktu-waktu, perlu diambil langkah-langkah pengamanan agar dapat
mengurangi kerugian apabila risiko tersebut benar-benar dideritanya.
Adanya risiko-risiko kerugian tersebut, maka melalui lembaga asuransi dapat dialihkan untuk mengatasinya yaitu dengan pemberian ganti kerugian oleh lembaga asuransi apabila  risiko itu benar-benar terjadi.
Usaha perasuransian sebagai salah satu lembaga keuangan menjadi penting peranannya karena dari kegiatan usaha ini diharapkan dapat semakin meningkat lagi pengerahan dana masyarakat untuk pembiayaan pembangunan.
Pasal 246 KUHD merumuskan tentang asuransi atau pertanggungan, yaitu :
Suatu perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu
peristiwa tidak tentu.
B.    PERMASALAHAN
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dirumuskan
permasalahan yaitu bagaimanakah penerapan asas insurable
interest dalam asuransi jiwa.
C. PEMBAHASAN
          Pengertian perjanjian asuransi secara umum terdapat dalam
Pasal 246 KUHD, yang merumuskan :
Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian dengan mana penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa tidak tentu.

Menurut Purwosutjipto, dikatakan bahwa rumusan Pasal 246 KUHD adalah tepat     bagi asuransi kerugian, sebab tujuan asuransi kerugian itu mengganti kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan diderita oleh tertanggung, sebagai akibat suatu
peristiwa tak tentu (Purwosutjipto, 1986 : 6). Bentuk pertanggungan jumlah adalah asuransi jiwa, sedangkan yang dimaksud dengan asuransi jiwa menurut
Purwosutjipto, dikatakan bahwa : Pertanggungan jiwa adalah perjanjian timbal balik antara penutup asuransi dengan penanggung dengan mana penutup asuransi mengikatkan diri selama jalannya
pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka waktu yang diperjanjian,
mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup asuransi sebagai
penikmatnya. (Purwosutjipto, 1986 : 10).
Selanjutnya Purwosutjipto dengan mensitir pendapat dari Molengraff, memberikan dua definisi asuransi jiwa dalam arti luas
dan sempit, yaitu : Pertanggungan jiwa dalam arti luas meliputi semua perjanjian
tentang pembayaran sejumlah uang pokok (kapital) atau suatu yang didasarkan atas pembayaran hidup matinya seseorang (Pasal 308 KUHD), dan karena itu pembayaran uang pokok atau pembayaran uang premi atau kedua-duanya bagi segala
jenis (pertanggungan jiwa) digantungkan pada hidup matinya
satu atau beberapa orang tertentu.
Sedangkan dalam arti sempit, pertanggungan jiwa adalah perjanjian tentang pembayaran uang pokok (kapital), satu, jumlah sekaligus pada waktu hidup matinya orang yang ditunjuk. (Purwosutjipto, 1986 : 9).
Dalam perjanjian asuransi mendasarkan pada syarat sahnya
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHP perdata yaitu
:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.


Menurut Subekti, asas konsensual dapat disimpulkan dari
Pasal 1320 KUHPerdata, karena dalam pasal tersebut tidak disebutkan formalitas tertentu disamping kesepakatan yang telah tercapai. Ini berarti bahwa untuk terjadinya suatu perjanjian cukup bila ada persesuaian kehendak atau
kesepakatan antara para pihak. (Subekti, 1983 : 17).

          Mendasarkan pada Pasal 246 KUHD, Abdul Kadir Muhammad berpendapat bahwa premi adalah salah satu unsure penting dalam asuransi karena merupakan kewajiban utama yang harus dipenuhi oleh tertanggung kepada penanggung. Penanggung menerima pengalihan risiko dari tertanggung dan tertanggung
membayar sejumlah premi sebagai imbalannya. Apabila premi tidak dibayar, asuransi dapat dibatalkan atau setidak-tidaknya asuransi tidak berjalan. Premi harus dibayar lebih dahulu oleh tertanggung karena tertanggunglah pihak yang berkepentingan. (Abdul Kadir Muhammad, 2002 : 103).
 Berkaitan dengan asuransi jiwa (menurut hukum Inggris
maupun KUHD) insurable interest harus ada pada saat dimulainya
pertanggungan. Sedangkan untuk asuransi umum, kecuali untuk
asuransi pengangkutan insurable interest tersebut harus tetap ada
selama berlangsungnya pertanggungan, yang dimulai dari saat
dimulainya pertanggungan sampai berakhirnya pertanggungan atau
terjadinya klaim. Insurable interest dapat diartikan sebasgai hak yang sah yang
dimilki seseorang untuk mempertanggungkan kepentingan keuangannya pada obyek pertanggungan, sehingga jika terjadi suatu peristiwa merugikan yang menimpa obyek pertanggungan, tertanggung akan mengalami kerugian keuangan. (Ketut Sendra,
2004 : 96). Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, bisa disimpulkan
bahwa asuransi atas kehidupan seseorang tidak sah apabila tertanggung atau pemegang polis tidak mempunyai insurable
interest atas hidup atau kehidupan dari orang yang menjadi obyek pertanggungan. Dalam asuransi atas harta benda, tanpa didukung oleh insurable interest sama halnya dengan perjudian, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum.
Dalam asuransi insurable interest timbul karena :

1. Hubungan darah

          Menurut aturan mayoritas, orang tua mempunyai insurable
interest atas hidup anaknya dan demikian juga sebaliknya. Kakek
dan nenek juga mempunyai insurable interest atas cucunya dan
sebaliknya dengan kakak dan adik. Namun paman atau bibi,
keponakan serta sepupu tidak mempunyai insurable interest
karena hubungan darah yang tidak dekat kecuali mereka
mempunyai hubungan bisnis.

2. Hubungan perkawinan
          Suami isteri mempunyai insurable interest atas diri pasangannya,
bahkan beberapa pengadilan menyatakan bahwa pertunangan
dapat menimbulkan hubungan insurable interest. Hubungan
akibat perkawinan selain suami isteri, misalnya anak tiri, tiak
mempunyai insurable interest kecuali anak tiri tersebut
mendapatkan dukungan keuangan.
3. Hubungan bisnis
          Pada banyak hubungan bisnis kematian dini satu pihak dapat
menimbulkan kerugian finansial yang cukup besar bagi pihak
lain. Oleh karena itu, pihak-pihak yang mempunyai hubungan
bisnis mempunyai insurable interest atas hidup pihak lain. (Ketut
Sendra, 2004 : 97).


         

hukum menetapkan bahwa kepentingan yang dapat diasuransikan
tidak perlu apabila seseorang membeli asuransi jiwa atas dirinya sendiri. Perseorangan juga diizinkan oleh hukum untuk menunjukseseorang beneficiary (pihak yang berkepentingan) yang disukainya untuk menagih hasil plis yang dibelinya atas dirinya sendiri.
menurut A. Hasyim Ali memahami arti kepentingan yang dapat diasuransikan dalam asuransi jiwa, tiga istilah perlu dipahami yaitu subyek, pemilik dan beneficiary (pihak yang berkepentingan). Subyek adalah orang yang kematiannya menyebabkan pembayaran polis. Pemilik adalah orang yang berwenang untuk melaksanakan semua hak dalam polis itu.
Beneficiary adalah orang yang berhak atas hasil polis itu pada
waktu meninggalnya subyek. Ketiga pihak ini atau dua pihak dapat
merupakan pihak yang sama. (A. Hasyim Ali, 1993 : 90).
D. KESIMPULAN
Penerapan prinsip insurable interest dalam asuransi Jiwa
mendasarkan pada Pasal 250 KUHD, hal ini dilihat dari kepentingan
yang bersifat immateriil, yang bersifat hubungan kekeluargaan dan
hubungan cinta kasih antar anggota keluarga yang menyangkut
risiko hidup dan meninggalnya tertanggung. Insurable interest
tersebut harus ada pada saat mulai berlakunya pertanggungan.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Hasyim Asuransi, Pengantar Asuransi, Bumi Aksara, Jakarta.
1993.

Muhammad Abdul Kadir, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2002.

Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Jilid 6,
Djambatan, Jakarta. 1986.

Simanjuntak, Emmy Pangaribuan, Hukum Pertanggungan, Liberty,
Yogyakarta, 1980.

Subekti, Prof., Hukum Perjanjian, PT. Internusa, Jakarta. 1983.
Sendra, Ketut, Konsep dan Penerapan Asuransi Jiwa Unit Link,
PPM, Yogyakarta, 2004.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar