Mahasiswa
dalam Obrolan
Sejak SD sampai SMK, nyaris tidak saya
dengar berita tentang mahasiswa yang melakukan keributan. Tawuran hanya berlaku
pada anak – anak SMA saja. Sampai berdarah – darah bahkan mati pula. Namun
semenjak kuliah hingga sekarang, berita tentang mahasiswa yang tawuran, saling
lempar batu diantara mereka jauh lebih santer terdengar ketimbang tawuran yang
dilakukan oleh adik – adik SMA mereka. Ada apa dengan mahasiswa kita?
Teman saya berpendapat bahwa mahasiswa yang suka tawuran sekarang ini, adalah anak SMA yang suka tawuran di masa lalu. Di dalam diri mereka memang telah tumbuh gen suka tawur sehingga terus terbawa hingga di usia dimana seharusnya mereka malu jika mereka melakukan hal itu. Apalagi, mahasiswa mestinya telah bergesekan dengan berbagai pemikiran yang mereka pelajari dari buku – buku karangan para tokoh dunia yang membuat mereka lebih kritis dan lebih analitis dalam menghadapi masalah. Ini tidak. Benar juga, pikir saya.
Namun, teman saya yang lainnya tidak sependapat dengan hal itu. Menurutnya, apa yang terjadi pada mahasiswa sekarang ini dikarenakan mereka lalai dengan berbagai hal yang bermanfaat sehingga mereka sibuk dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. Kata teman saya itu, jika anaknya nanti tiba saatnya untuk kuliah dia tidak akan mengkuliahkannya di Jogja. Karena, katanya, Jogja sudah terkenal dengan pergaulan anak kos yang kelewat bebas. Pergaulan bebas itu adalah salah satu contoh akibat ketidak pedulian mahasiswa pada berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka.
Mahasiswa sekarang jarang ada yang betah berjam – jam membaca buku. Namun, mereka piawai sekali jika disuruh chatting atau mencari teman baru di Friendster. Mahasiswa sekarang kemana – mana bawa laptop. Bukan untuk mengerjakan tugas – tugas kuliah. Tapi, untuk mencari hotspot. Maaf, ini pendapat teman saya.
Barangsiapa lalai dari berbagai hal yang bermanfaat bagi dirinya, pasti dia akan disibukkan dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat. Ini sudah hukum alam, kata teman saya menegaskan. Lalu, apakah sistem pendidikan kita mempunyai andil dalam menciptakan semua ini? Entahlah, jawab teman saya.
Teman saya berpendapat bahwa mahasiswa yang suka tawuran sekarang ini, adalah anak SMA yang suka tawuran di masa lalu. Di dalam diri mereka memang telah tumbuh gen suka tawur sehingga terus terbawa hingga di usia dimana seharusnya mereka malu jika mereka melakukan hal itu. Apalagi, mahasiswa mestinya telah bergesekan dengan berbagai pemikiran yang mereka pelajari dari buku – buku karangan para tokoh dunia yang membuat mereka lebih kritis dan lebih analitis dalam menghadapi masalah. Ini tidak. Benar juga, pikir saya.
Namun, teman saya yang lainnya tidak sependapat dengan hal itu. Menurutnya, apa yang terjadi pada mahasiswa sekarang ini dikarenakan mereka lalai dengan berbagai hal yang bermanfaat sehingga mereka sibuk dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat bagi mereka. Kata teman saya itu, jika anaknya nanti tiba saatnya untuk kuliah dia tidak akan mengkuliahkannya di Jogja. Karena, katanya, Jogja sudah terkenal dengan pergaulan anak kos yang kelewat bebas. Pergaulan bebas itu adalah salah satu contoh akibat ketidak pedulian mahasiswa pada berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka.
Mahasiswa sekarang jarang ada yang betah berjam – jam membaca buku. Namun, mereka piawai sekali jika disuruh chatting atau mencari teman baru di Friendster. Mahasiswa sekarang kemana – mana bawa laptop. Bukan untuk mengerjakan tugas – tugas kuliah. Tapi, untuk mencari hotspot. Maaf, ini pendapat teman saya.
Barangsiapa lalai dari berbagai hal yang bermanfaat bagi dirinya, pasti dia akan disibukkan dengan berbagai hal yang tidak bermanfaat. Ini sudah hukum alam, kata teman saya menegaskan. Lalu, apakah sistem pendidikan kita mempunyai andil dalam menciptakan semua ini? Entahlah, jawab teman saya.
Tawuran Pejaran dan Mahasiswa yang berdampak pada kehidupan orang sekitar.
Tawuran
kata-kata yang tidak asing lagi di kalangan pelajar dan mahasiswa ataupun
masyarakat sekitar, yaaa bagaimana tidak, sekitar awal bulan Oktober lalu, ada
tawuran antar siswa SMAN 70 dengan SMAN 6 Jakarta yang menewaskan 1 orang dari
siswa SMAN 6 Jakarta dan menemukan 1 orang yang di duga tersangka dari SMAN 70.
Kejadian ini sebenarnya tidak aneh lagi, dahulu sebelum ada kejadian ini banyak
siswa yang tawuran dengan menggunakan senjata tajam, baik siswa SMP maupun SMA,
kadang kalangan mahasiswa pun ada yang tawuran, entah apa yang mereka fikirkan,
tidak ada manfaatnya tawuran itu malah banyak merugikan pihak lain.
Sebagai
mahasiswa tidak sepantasnya untuk tawuran, seharusnya mahasiswa sebagai
intelektual itu memberikan contoh yang baik bagi adik-adiknya. Tidak semua
masalah dapat di selesaikan dengan cara kekerasan. Contohnya adalah tawuran
yang terjadi di Universitas Nergi Makassar telah menyebabkan 2 orang tewas.
Tawuran ini terjadi sesama Mahasiswa UNM yaitu Fakultas Teknik dan Fakultas
Seni & Desain UNM. Mengapa bisa terjadi ? padahal mereka 1 kampus dan
berada dalam ruang lingkup yang sama. Jumlah mahasiswa yang tewas 2 orang sudah
di luar batas sifar manusia yang berfikir normal. Menurut Tribunnwes.com yang
melatar belakangi peristiwa ini adalah kesal karena sepeda motor salah satu
mahasiswa di rusak.
Itu
adalah salah satu alasan suatu kelompok bisa melakukan tawuran, ada penyebab
lain yang memungkin kan mereka melakukan tawuran yaitu isu-isu yang tidak
jelas, pelajar dan mahasiswa masih gampang untuk terprovokasi entah itu berita
benar atau tidak, mereka suka mengambil keputusan sendiri, sehingga timbul
pikiran untuk menyerang terlebih dahulu tanpa tau sebab nya apa. Seharusnya
mahasiswa berfikir lebih panjang dan rasional apa akibatnya bila terjadi
tawuran, banyak akibat negative nanti yang timbul yang tadinya baik-baik saja
berteman biasa akhirnya menjadi musuh, bisa juga tergangungnya proses perkuliahan,
bisa merugikan orang – orang sekitar sekarang mahasiswa dan pelajar tawuran di
jalan raya akan menganggu kegiatan orang – orang sekitar, para pengguna jalan,
para pedagang, pertokoan di sekitar sehingga akan mengakibatkan kerugian bagi
perekonomian mereka, orang tidak akan melewati jalan itu lagi, karena terkenal
dengan “tempat” tawuran antar pelajar, dampaknya terhadap orang sekitar sangat
merugikan.
Energi
berlebih yang dimiliki oleh pelajar dan mahasiswa harusnya di salurkan ke hal
yang lebih positif, misalnya mengikuti eskul yang di adakan tiap sekolah atau
UKM yang ada di Kampus, sehingga mereka tidak mempunyai waktu untuk berfikir
tawura karena energy mereka sudah tersalurkan pada kegiatan yang lebih
bermanfaat dan mereka harus selalu berfikir positif dan memikirkan dampak baik
buruknya bagi dirinya sendiri taupun orang lain.
Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh menegaskan, mahasiswa yang sering
terlibat tawuran akan dijatuhi sanksi tegas, dan akreditasi kampusnya
diturunkan.
"Semuanya akan mendapatkan sanksi, mahasiswa yang terlibat tawuran serta kampusnya berupa penurunan akreditasi," tegasnya didampingi Kapolda Sulselbar Irjen Pol Mudji Waluyo di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan, penurunan akreditasi itu berlaku bagi semua perguruan tinggi, jika terbukti mahasiswanya tawuran, apalagi tawuran yang sering terjadi.
Menteri mencontohkan, kampus yang mempunyai tingkat akreditasi A akan diturunkan menjadi akreditasi B dan begitu seterusnya.
Bukan cuma itu, program studi mahasiswa yang terlibat pertikaian juga akan ditutup.
Namun sebelum program studi (prodi) ditutup, akan diberikan sanksi berupa tidak bisa menerima mahasiswa selama beberapa tahun, hingga akhirnya ditutup secara permanen.
"Semoga dengan langkah seperti ini, semua pihak yang terkait bisa saling bekerjasama dalam menciptakan kedamaian di dalam kampus, karena kampus merupakan salah satu pusat pendidikan, bukan ajang aktualisasi diri ke arah negatif," katanya.
Selain itu, ia mengaku jika dikemudian hari ada mahasiswa yang terbukti melakukan pelanggaran dan sudah jauh diluar ambang toleransi, maka pihak kepolisian langsung mengambil tindakan tegas, untuk segera memproses mahasiswa yang melanggar itu.
"Semuanya akan mendapatkan sanksi, mahasiswa yang terlibat tawuran serta kampusnya berupa penurunan akreditasi," tegasnya didampingi Kapolda Sulselbar Irjen Pol Mudji Waluyo di Makassar, Jumat.
Ia mengatakan, penurunan akreditasi itu berlaku bagi semua perguruan tinggi, jika terbukti mahasiswanya tawuran, apalagi tawuran yang sering terjadi.
Menteri mencontohkan, kampus yang mempunyai tingkat akreditasi A akan diturunkan menjadi akreditasi B dan begitu seterusnya.
Bukan cuma itu, program studi mahasiswa yang terlibat pertikaian juga akan ditutup.
Namun sebelum program studi (prodi) ditutup, akan diberikan sanksi berupa tidak bisa menerima mahasiswa selama beberapa tahun, hingga akhirnya ditutup secara permanen.
"Semoga dengan langkah seperti ini, semua pihak yang terkait bisa saling bekerjasama dalam menciptakan kedamaian di dalam kampus, karena kampus merupakan salah satu pusat pendidikan, bukan ajang aktualisasi diri ke arah negatif," katanya.
Selain itu, ia mengaku jika dikemudian hari ada mahasiswa yang terbukti melakukan pelanggaran dan sudah jauh diluar ambang toleransi, maka pihak kepolisian langsung mengambil tindakan tegas, untuk segera memproses mahasiswa yang melanggar itu.
Tawuran kalau kita coba menilai dari sisi positifnya merupakan suatu bentuk
kerjasama yang sangat kompak antar individu di dalam kelompok tertentu. Dan
tawuran bisa dikatakan sebagai bagian dari budaya gotong royong yang merupakan
ciri khas bangsa Indonesia :).
Di jaman penjajahan dulu, bangsa kita harus melakukan “tawuran” hidup atau
mati untuk melawan para penjajah yang bersenjata lebih lengkap demi untuk
mewujudkan kemerdekaan yang kita rasakan saat ini.
Sayangnya, sekarang budaya tawuran telah disalahgunakan. Lawan yang dihadapi bukan lagi penjajah tapi bangsa sendiri, saudara setanah air!. Dan begitu teganya kita melukai bahkan membunuh sesama manusia untuk sesuatu yang tidak ada manfaatnya!!!.
Apa penyebab terjadinya tawuran saat ini ? Dari berbagai
sumber yang warcoff dapatkan ada tiga faktor utama penyebab terjadinya tawuran,
yaitu :
- Faktor dendam/musuh warisan : Pengaruh unsur doktrinisasi dari senior terhadap para yunior punya pengaruh besar terhadap faktor ini. Seperti aksi tawuran berapa waktu lalu antara SMAN 6 dan 70, disinyalir aksi tersebut didorong oleh perilaku kolektif sebagai siswa SMAN 70 yang menganggap siswa SMAN 6 sebagai musuh bebuyutan. Begitupun tawuran antar siswa SMK di kota warcoff baru-baru ini, itu juga terjadi karena masalah dendam lama.
- Faktor kesetiakawanan/loyalitas : Tidak hanya siswa sekolah, kelompok atau warga kampung, bahkan para anggota DPR yang terhormat pun bisa dengan spontan melakukan "tawuran" terhadap anggota partai lain atas dasar loyalitas dan kesetiakawanan sesama anggota partainya :).
- Faktor lingkungan sosial : Seperti kita ketahui, situasi dan kondisi lingkungan sosial adalah ajang pembelajaran yang bisa diterima dan dipelajari dengan bebas oleh siapa saja. Ada banyak contoh negatif yang akhirnya menjadi pemicu para pelaku untuk lebih berani dan mempunyai kesempatan melakukan tawuran. Salah satunya sikap kurangnya “kepedulian” kita terhadap orang lain diluar lingkungan kita dengan berbagai alasan tertentu atau "merasa paling benar".
Ketiga faktor diatas sulit ditanggulangi secara tuntas karena sudah menjadi
bagian kehidupan sehingga telah mengakar dan mendarah daging di setiap benak
siswa, kelompok masyarakat atau pelaku tawuran pada umumnya.
Jadi bagaimana cara mencegah dan menanggulangi tawuran ? ada beberapa
cara yang mungkin tepat dan efektif menurut warcoff, sebagai berikut :
1. Tangkap pemimpin/biang kerok/provokator tawuran
Setiap aksi berkelompok pasti ada orang atau pihak yang menjadi motor
penggerak atau pemimpinnya. Jadi pihak kepolisian harus bisa mengetahui dan
menangkap para pemimpin atau dalang terjadinya tawuran tersebut untuk diberikan
pengarahan atau hukuman yang pantas.
2. Bersikap simpati dan empati
Khusus para pelaku tawuran antar siswa atau mahasiswa, mungkin akan lebih
mudah penanganannya dengan cara yang halus, bersimpati dan empati. Dekati
mereka sebagai sahabat, bukan sebagai orang tua atau guru pada muridnya. Para
pelaku tawuran (siswa/mahasiswa) ini dan kebanyakan remaja pada umumnya lebih
suka pendekatan yang sifatnya tidak menggurui, menceramahi apalagi diberi
hukuman fisik.
Mereka pada dasarnya adalah remaja yang baik dan mau patuh pada aturan, tapi
kadang peraturan yang notabene dibuat oleh pemerintah/pihak sekolah/orangtua
tidak sesuai dengan kemampuan, kebutuhan atau keinginan dari para siswa/mahasiswa
tersebut.
3. Membina kerjasama yang kuat dan berkesinambungan antara pihak sekolah,
siswa, orang tua, kepolisian serta media sosial.
Bentuk kerjasamanya adalah menjalin keterbukaan informasi dan komunikasi
antara kelima pihak tersebut. Keterbukaan informasi dan komunikasi ini penting
terutama antara Orang tua dan anaknya, antara lain tentang bagaimana kondisi
atau kenyataan yang terjadi di lingkungan pergaulan sekolah mereka. Laporkan ke
pihak sekolah jika ada kondisi atau situasi yang akan mengakibatkan efek buruk
pada siswa, Selanjutnya jika pihak sekolah tidak mampu menanganinya harus
segera melaporkan ke pihak kepolisian untuk segera ditindaklanjuti.
Lalu apa peran media sosial ? Media sosial dalam hal ini punya peranan sebagai
pengawas dan penyaji informasi yang efektif dan efisien serta netral. Media
sosial bisa menjadi alat untuk mengingatkan pihak terkait tentang penerapan
atau implementasi suatu peraturan dan kerjasama yang dibuat agar tetap berjalan
sesuai rencana.
Selain itu media sosial bisa menjadi penyampai aspirasi para
siswa/mahasiswa tentang apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Apalagi jumlah
terbanyak pengguna aktif media sosial adalah usia remaja dan mahasiswa. Tentu
ini akan sangat membantu mempermudah proses penanggulangan tawuran ini.
Jika tiga cara diatas bisa berjalan baik, konsisten dan tegas, insya Allah
terjadinya tawuran bisa diminimalisir atau bahkan tidak terjadi lagi. Semoga
manfaat.
Sumber Referensi :
·
http://waroengkemanx.blogspot.com/2012/10/cara-mencegah-dan-menanggulangi-tawuran.html
·
http://guruindo.blogspot.com/2009/03/mahasiswa-dalam-obrolan.html
·
http://tirsavirgina.wordpress.com/2012/10/21/tawuran-pejaran-dan-mahasiswa-yang-berdampak-pada-kehidupan-orang-sekitar/